Kimi no Na wa mungkin merupakan satu-satunya anime layar lebar yang akan saya rekomendasikan bahkan sebelum artikelnya dimulai. Kalau kamu sudah lama menahan hasrat ingin menonton karya Makoto Shinkai yang satu ini, menolak menonton trailer-nya apalagi mendengar ceritanya dari orang lain. Kamu mungkin harus cepat-cepat datang ke bioskop terdekat.
Berikut ini adalah halaman film Kimi no Na wa di situs CGV Blitz beserta cabang-cabang yang menayangkan dan waktu tayangnya. Kamu juga bisa langsung memesan tiket dari bioskop yang bersangkutan.
Setiap kali JOI overhype tentang sebuah judul, saya sadar bila ada yang menganggap kita ini lebay dan berlebihan. Tapi biarkan saya hype untuk film yang satu ini karena it’s worth your hype. Film yang sudah ditunggu-tunggu sejak beberapa bulan lalu ini memang sebuah film yang jauh melewati karya-karya Makoto Shinkai sebelumnya. It’s probably not as painful, yet it’s exponentially more painful at the same time than his previous works will ever be.
Sepintas mengenai Kimi no Na wa, film ini adalah sebuah film mengenai 2 orang remaja yang tertukar, Tachibana Taki dan Miyamizu Mitsuha. Taki adalah seorang remaja muda yang hidup di Tokyo, sedangkan Mitsuha adalah seorang gadis yang tinggal di desa dan ingin sekali keluar dari kehidupannya demi memulai hidup baru. Apa yang kemudian mereka lakukan saat impian tersebut akhirnya terkabul?
Mengenai review, Nanamiku sudah menuliskan review dari film ini di akhir bulan September lalu, dia mengejar film tersebut sampai ke negeri matahari terbit, dan saya mengerti kenapa dia sampai mengejarnya.
Evolusi Shinkai sebagai seorang sutradara
Sebelum ini saya baru menonton 2 dari beberapa film yang sudah dibuat oleh Makoto Shinkai, yaitu “Byousoku 5 cm” dan “Kotonoha no Niwa“. Kedua film tersebut mengulas masalah cinta dengan begitu dalam, kasih sayang, perjuangan, dan perpisahan dengan sangat baik. Namun satu hal yang paling saya tangkap dari film tersebut adalah, kedua film tersebut sangatlah real. Masalah yang mungkin dapat terjadi di dunia nyata, dan mungkin juga pernah terjadi kepadamu masing-masing.
Bagi saya, selama ini seorang Makoto Shinkai adalah seorang yang sangat jago dalam memainkan ceritanya, membuat sebuah realita terasa begitu pedih walaupun dalam bentuk animasi. Saya pikir awalnya dia adalah orang yang sangat realis, namun Kimi no Na wa menunjukkan kalau dia juga bisa bermimpi.
Secara pribadi saya menganggap ini adalah sebuah langkah yang baik bagi Shinkai. Dengan Kimi no Na wa, saya merasa kapabilitas Shinkai sebagai seorang sutradara evolusi ke tempat yang lebih tinggi. Kini dia bisa membuat sebuah seri realis yang luar biasa, dan seri fantasi yang tidak kalah memukau. Mungkin dia belum mencapai tingkat Miyazaki sampai saat ini, namun menganggapnya sebagai sutradara besar berikutnya bukanlah sebuah hiperbola.
His flawless execution
Harus saya akui, cerita dari Kimi no Na wa sebenarnya cukup generik, beberapa figur dunia otaku yang terkenal seperti Toshio “Otaking” Okada dan Tatsuya Egawa bahkan menganggap film ini sampah dan tidak pantas bila Miyazaki harus disejajarkan dengan Shinkai. Di satu sisi saya mengerti, karena memang tidak sepantasnya keduanya disejajarkan karena film masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Lalu kenapa film Kimi no Na wa bisa laku dan mencetak rekor di berbagai negara dan bukan hanya di Jepang? They must’ve done something right, right?
Jawabannya mungkin ada di eksekusi film yang tanpa cela. Flawless. Everything is just, work in this film. Sinergi antara ekspresi karakter dengan seiyuu yang mengisi suaranya, ambience dari anime ini yang diperkuat dengan kualitas animasi ala Comix Wave yang luar biasa. Kombinasi warna-warni yang membuat semua tambah indah dimainkan dengan sudut-sudut pengambilan gambar yang dinamis dan memanjakan mata. Kimi no Na wa jelas patut mendapatkan banyak penghargaan.
Jangan tonton Kimi no Na wa berdasarkan ceritanya saja, memang Toshio Okada berkata kalau film ini hanya memuat elemen-elemen yang menjual saja. Namun kalau dipikir ulang, ngapain menjual sesuatu yang tidak menjual? Secara keseluruhan Kimi no Na wa berhasil menjadi sebuah anime yang dieksekusi dengan luar biasa, dan pantas untuk ditonton oleh berbagai macam kalangan, tua dan muda, otaku ataupun orang biasa.
All aboard the emotional roller coaster
Apakah kamu pernah memeras baju, begitu kuatnya sampai baju tersebut sobek-sobek? Saya juga belum, tapi mungkin itulah rasanya diperas oleh Makoto Shinkai dalam anime ini. Hanya dalam durasi 107 menit, film ini bisa memeras berbagai macam emosi keluar dari dalam dirimu. Mulai dari senang, sedih, marah, galau, bingung, mules, sampai dibejek-bejek. Saya juga tidak yakin mules adalah sebuah emosi.
Apalagi kalau saya harus berbicara mengenai titik balik dalam film ini, saya bisa merasakan bagaimana kerasnya Shinkai memeras baju tersebut. Which in this case, is our emotion. Bagaimana semua plot device yang digunakan sebelumnya dapat membuat impact dari titik balik cerita mencapai puncak sampai kamu merasa ada yang terpelintir jauh di dalam dada. It’s a brilliant move, Shinkai. Brilliant, painfully brilliant.
Tidak hanya di situ saja, seperti biasa menjelang akhir dari film ini Shinkai terus bermain dengan hati para penonton. Jujur emosi saya naik dan turun saat menonton film ini, bahkan saya sempat menitikkan air mata. Nonton kartun, nangis. Ingin rasanya diri ini menulis sepucuk surat ke kantor Makoto Shinkai dengan isi surat:
“Aku tuh gak bisa diginiin.“
Nonton di TV tidak sebanding dengan di bioskop. Ever.
Film sudah ada di bioskop, tapi kamu masih mau nonton di layar TV atau laptop sambil pakai Sennheiser? Sayang banget? Comix Wave Films benar-benar redefined apa yang dinamakan dengan detail dalam film ini. Kyoani? Attention to details? Nope, it’s all about Kimi no Na wa from now on. Detil-detil kecil seperti warna, getaran smartphone, pergerakan awan, panning kamera semua dipikirkan dengan baik dan menyukseskan film Kimi no Na wa as a whole.
Cerita yang mudah dimengerti, visualisasi yang super stunning, warna-warna yang begitu kontras dan indah, eksekusi film yang luar biasa baik, lagu yang cocok dan menguatkan ambience, serta perasan-perasan emosi penonton menjadi kunci sukses dari film ini. Sayang rasanya bila kamu harus puas dengan menonton film ini hanya di layar kaca saja, menontonnya di bioskop akan memberikan kepuasan tersendiri, yang membuat pengalaman menontonnya tidak terlupakan.
Saya mengerti, memang film ini tidak tersedia di banyak bioskop yang hanya bisa ditemukan di beberapa daerah saja. Tapi bila kamu memang mampu dan ingin mendapatkan pengalaman luar biasa, splurge a little bit untuk menontonnya di bioskop. Apalagi sekarang Kimi no Na wa juga akan mendapatkan penayangan IMAX di Jepang pada bulan Januari, pasti lebih puas lagi.
Verdict: It’s worth the hype/10
Bagi saya, film ini sangat worth the hype selama beberapa bulan terakhir, film ini memiliki keindahan tersendiri mengenai cerita hubungan kedua insan yang menembus berbagai macam batasan. Film ini juga memeras banyak hal selain air mata, mostly emotions. Cocok buat kamu yang sangat suka drama dan senang dengan perasan-perasan plot twist super melintir.
Beberapa hal yang saya agak sayangkan adalah beberapa pacing yang terasa kurang pas, terlalu cepat, namun mengingat film ini hanya memiliki durasi selama 107 menit saja, saya memakluminya. In the end, Shinkai’s fantasy story works really well within the time constraint.
Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda, dan saya yakin tidak semua orang memiliki pandangan yang sama mengenai film Kimi no Na wa. Kalau kamu merasa film ini membosankan, maybe this film isn’t just for you? Bagi saya, film ini adalah sebuah titik awal bagi Makoto Shinkai untuk menciptakan karya-karya besar lainnya, dan mungkin karya itu akan datang lebih cepat dari perkiraan.
The post [First Impression] Kimi no Na wa appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.