Bila berbicara tentang pop culture Jepang, tentunya kita tidak bisa melepaskan peran besar budaya cosplay yang ikut mempengaruhinya. Peran cosplay sangat besar dalam memasarkan budaya itu, dan kita tidak bisa memungkiri kalau akhir-akhir ini, kita dapat menemukan cosplay just about everywhere.
Namun ada satu pertanyaan yang selalu mengganjal bila kita membicarakan mengenai cosplay, yaitu apakah mereka melanggar hak cipta? Bukankah mereka juga membantu memasarkan karya tersebut? Mari kita bahas dengan lebih detil di bawah ini.
Baru-baru ini, seorang pengacara Jepang bernama Yuuji Okuma dari kantor Hukum dan Hak Paten Toranomon mengeluarkan pernyataan yang cukup kontroversial. Lewat situs Oshiete! Goo, dia berkata saat seseorang memakai kostum yang direproduksi dari sebuah anime, manga, atau karya sejenisnya hukumnya melanggar hak cipta menurut Undang-undang hak cipta pasal 21 di Jepang. Namun apakah itu artinya mereka tidak bisa melakukan cosplay lagi?
Cosplay di Jepang
Cosplay dan doujinshi, seperti yang kita ketahui selalu berada di area abu-abu dari hukum karena saya yakin tidak semua, bahkan kebanyakan dari mereka tidak meminta izin secara langsung kepada pemilik hak cipta. Who would? Namun para pemilik hak cipta di Jepang sampai saat ini tidak pernah mempermasalahkan cosplay karena secara tidak langsung, mereka pun mendapatkan publikasi darinya.
Karena itulah pasar doujinshi besar Comiket masih bertahan sampai sekarang, bahkan kini perusahaan pun ikut berperan serta dalam pasar tersebut.
Cosplay di Indonesia
Di Indonesia sendiri, budaya cosplay sangatlah berkembang. Terkadang saya bahkan berpikir, antara pengunjung sebuah acara Jejepangan dengan para cosplayer; bisa jadicosplayernya lebih banyak. Tangan-tangan kreatif orang Indonesia tidak jarang dipuji oleh cosplayer-cosplayer luar negeri, baik karena detil cosplaynya maupun penampilan mereka di panggung.
Namun, dewasa ini pun kita sering melihat acara-acara cosplay yang memberikan hadiah kepada para cosplayer. Tidak jarang juga saya lihat banyak orang yang menyediakan jasa untuk membuatkan kostum cosplay, atau menjual kostum yang sudah pernah dibuatnya. Monetisasi dari kostum cosplay inilah yang biasanya dapat membuat seseorang terjerat dalam masalah hukum.
Undang-undang Hak Cipta
Menurut hukum Hak Cipta di Jepang, dalam pasal ke-21 disebutkan kalau seorang pencipta memiliki hak eksklusif untuk mereproduksi karyanya dalam bentuk apapun. Dalam pasal ke-22 mengenai penggunaan karya pun seorang pencipta memiliki hak eksklusif untuk menggunakan karyanya di depan publik (usaha untuk mempublikasikan karya supaya dapat dipresentasikan langsung kepada publik.)
Dari undang-undang di atas, dapat disimpulkan kalau hanya si penciptalah yang memiliki hak untuk mereproduksi karyanya dalam media apapun dan berhak untuk menggugat mereka yang mereproduksi karyanya tanpa izin.
Namun perlu diketahui juga kalau Jepang cukup permissive mengenai hal seperti cosplay dan doujinshi. In fact, mereka bahkan mendorong aktivitas cosplay selama aktivitas tersebut digunakan untuk penggunaan pribadi dan tidak digunakan untuk mencari untung.
Jadi, Melanggar Hukum Atau Tidak?
Technically speaking, apapun bentuknya, cosplay selalu melanggar hukum dan hal tersebut tidak akan berubah selama pemilik kostum membuat kostumnya berdasarkan karya yang sudah ada. Hal ini tidak berlaku bila pemilik kostum memerankan karakter orisinal, karena secara teknis, hak cipta karakter orisinal adalah milik penciptanya sendiri. Kecuali bila karakter orisinalnya juga melanggar hak cipta.
Dibagi atas penggunaannya, kita juga bisa membagi beberapa tipe pengguna kostum cosplay dan apakah mereka dapat terkena masalah karena perbuatannya tersebut atau tidak.
1. Pengguna kostum pribadi
Pengguna kostum pribadi adalah mereka yang menggunakan kostumnya untuk kepentingan dan kepuasan dirinya pribadi saja. Dia tidak berusaha memonetisasikan atau mencari untung dari kostum yang dia gunakan sehingga walaupun secara teknis dia melanggar hak cipta, pemilik hak cipta tidak perlu untuk menggugat saat tidak ada keuntungan yang dapat merugikan dirinya.
Free publicity is always a good thing anyway.
2. Cosplayer Kompetitif
Dengan maraknya lomba-lomba cosplay yang diadakan dan adanya hadiah uang yang mampu membuatmu break even dengan pengeluaran pembuatan kostum, tentu banyak cosplayer yang merasa ingin mengikuti kompetisi tersebut. Namun mungkin ada saja beberapa cosplayer yang tidak berniat kompetitif, dia memang berbakat membuat kostum dan tahu-tahu menang kompetisi aja.
Tapi saya yakin banyak orang yang kemudian mencoba untuk membuat kostum sebaik mungkin, selain untuk alasan kepuasan personal, pastinya supaya dapat bersaing dengan orang lain. Hadiah uang pastinya adalah hal kesekian setelah kepuasan berhasil menjadi seorang cosplayer kompetitif.
Namun hal ini juga tidak begitu mempengaruhi pemilik hak cipta dan perusahaan karena hadiah yang diberikan pun tidak selalu besar dan hanya bersifat satu kali saja.
3. Penjual Kostum Cosplay
Mungkin kamu adalah cosplayer yang sudah bosan dengan kostummu dan ingin menjual kostum untuk sedikit bekal membuat kostum berikut. Atau bisa juga kamu membuat kostum cosplay yang dapat digunakan oleh orang lain. Kamu termasuk orang-orang yang paling mungkin dituntut oleh perusahaan atau pemilik hak cipta dari karakter tersebut, jadi berhati-hatilah.
Saran saya, kalau memang kamu ingin memulai hobi cosplay, cobalah dulu membuat kostumnya sendiri dengan jerih payahmu. Karena tidak ada yang lebih membanggakan daripada mengenakan hasil karya sendiri dan memamerkannya kepada orang lain.
Lalu Bagaimana Dengan Cosplayer Profesional?
First thing first, saya tidak tahu apakah seorang cosplayer dapat dibilang profesional, karena pada dasarnya, cosplay adalah sebuah hobi. Namun saat seseorang menjadi cukup terkenal untuk mendapatkan bayaran yang cukup signifikan sebagai seorang cosplayer, individu tersebut layak disebut profesional.
Namun menjadi seorang cosplayer profesional sepertinya berbeda, karena semua orang bisa cosplay. Seseorang yang bisa menjadi profesional pasti memiliki kelebihan dibandingkan para cosplayer yang lain supaya dapat sampai ke posisinya sekarang. Hal tersebut bisa jadi gabungan dari kemampuannya membuat kostum, kemampuannya menghayati karakter, dan kharisma dari individual tersebut sendiri.
Jadi menurut saya, seorang cosplayer profesional lebih menjual persona dirinya, bila diibaratkan seorang cosplayer profesional mirip dengan seorang model. Mungkin cosplay yang dilakukannya melanggar hak cipta, namun apa yang menjadi nilai jual dari dirinya tidak.
Kesimpulan
Pada akhirnya, Okuma mengakui kalau menggunakan kostum untuk penggunaan pribadi memiliki pertimbangan tersendiri sehingga hal tersebut masih dalam ranah yang diperbolehkan. Namun menjadikannya sebuah bisnis dengan menjualnya kepada cosplayer lain sebaiknya dihindari karena hal tersebut tidak termasuk pemakaian ‘pribadi’.
Cosplay, sama seperti doujinshi berada dalam area abu-abu yang ‘masih’ diperbolehkan. Setidaknya, selama para pemilik hak cipta menutup mata akan hal tersebut. Walaupun ada kemungkinan perjanjian TPP (Trans-Pacific Partnership) dapat membuat seseorang ditangkap tanpa harus melaporkan pelanggaran kepada pemilik hak cipta, saya rasa aparat di Jepang sendiri cukup sadar akan keadaan yang sedang berlangsung dan tidak akan mulai mencegah acara-acara seperti Comiket ataupun cosplay.
Jadi jangan takut untuk mengekspresikan dirimu dalam kostum karakter kesukaanmu, cosplay memiliki kebijakan-kebijakan tersendiri yang membuatmu tetap ‘legal’ saat melakukannya. Hati-hati saja bila kamu melanggar batas-batas yang sudah diketahui, karena kita tidak tahu kapan polisi akan mengetuk pintu rumahmu.
The post Sejauh Apakah Cosplay Dapat Melanggar Hak Cipta? appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.