Setelah berbagai impresi anime yang pernah saya atau rekan saya buatkan, ada satu buah anime lagi yang menarik perhatian saya. “Girlish Number” adalah sebuah anime yang awalnya saya kira sebagai another idol anime dengan bungkusan lika-liku seiyuu, namun ternyata saya salah besar. Girlish Number sendiri merupakan adaptasi dari novel karangan Wataru Watari yang terkenal dengan seri oregairu nya.
Cerita berpusat kepada Chitose Karasuma, seorang mahasiswi yang mempunyai ambisi untuk tidak menjalani kehidupan dewasa yang membosankan. Salah satu caranya adalah menjadi seiyuu. Tetapi sayangnya Chitose selalu mendapatkan peran kecil yang berarti. Hingga suatu hari ia tiba-tiba mendapatkan peran sebagai heroine utama di anime yang baru diproduksi.
Apakah memang Girlish Number menarik? mari saksikan 3 Episode Rules berikut.
Not your usual idol / seiyuu anime
Konsep utama Girlish Number memang nampaknya seperti anime dengan tema serupa: kumpulan remaja mempunyai mimpi untuk menjadi sesuatu dan menjadi terkenal. Tetapi saya salah, pasalnya anime ini menghadirkan dunia seiyuu yang sebenarnya tanpa ditutupi. Heroine utama kita, Chitose Karasuma, memang awalnya hanya seorang seiyuu biasa, tetapi ia mendadak menjadi naik tingkat karena secara tidak sengaja menjadi pengisi suara utama dalam anime baru. Selain itu anime ini memang lebih membahas industri anime dengan fokus seiyuu. Sekilas memang mirip Shirobako tetapi dengan fokus yang berbeda dimana Shirobako lebih membahas proses pembuatan anime secara keseluruhan.
“Menyentil” realita dunia anime
apa itu quality? bikin saja dengan quality ancur dan banyak still image!
Yang saya suka dari anime ini adalah cerita yang menggambarkan realita industri anime saat ini. Girlish Number seakan menyentil industri anime yang memang makin lama semakin terlihat tidak jelas. Realita yang dibahas mulai dari terkenalnya light novel karena ilustrasi saja, isi cerita standar light novel/anime dengan tema harem lengkap dengan fan service, pentingnya wajah seorang seiyuu dibanding kemampuan akting, hingga “menjual” seiyuu dengan menjadikan idol. Saya sendiri sangat menikmati nya karena memang anime ini menggambarkan situasi ini dengan sangat tepat sekali.
Annoying character
Udah gitu pake baju yang sama terus lagi, bajunya engga banget pula
Sayangnya yang membuat saya kurang betah menonton ini adalah kelakuan sang main heroine, Chitose Karasuma. Chitose mempunyai sifat yang arogan dan merasa dirinya jenius dibanding rekan yang satu angkatan atau dibawahnya. Jangan harapkan seorang pejuang rendah hati seperti Shizuka Sakaki dari Shirobako. Saya bisa bilang level annoying-nya bersaing ketat dengan Mitsumune dari Mayoiga tapi untungnya saya tidak ada hasrat untuk menonjok monitor (meskipun nyaris). Untungnya development dari Chistose mulai terlihat semoga makin membaik dan disadarkan kenyataan. Selain Chitose jangan lupakan Kuzu-P, seorang producer yang mementingkan cara “menjual” seiyuu ketimbang memikirkan kualitas dari proyek anime yang digarapnya.
Verdict: Anime is saved/10
Diluar dugaan, Girlish Number ternyata menampilkan tema yang berbeda dari yang saya kira. Saya sendiri tidak bisa berhenti membandingkan dengan Shirobako karena tema nya yang mirip. Bedanya adalah Shirobako walaupun membahas keseluruhan produksi anime, mereka tidak menggambarkan realita yang terjadi industri anime itu sendiri. Sementara Girlish Number sukses melakukan itu dengan menyentil produksi anime mainstream yang didominasi adaptasi light novel.
Saya sangat menikmati anime ini dari sisi bahasannya tetapi tidak bisa begitu menikmati dari karakternya karena Chitose. Jika kalian tahan dengan annoying-nya Chistose, anime ini sangat direkomendasikan untuk ditonton.
Kalau saja sifat nya tidak annoying, mungkin Chitose bisa menjadi best imouto of the season
Etherlite:
Girlish Number adalah anime satir dengan setting industri seiyuu karya Wataru Watari. Meskipun banyak disamakan dengan Shirobako, Girlish Number cenderung lebih ringan dan lebih sedikit menampilkan bagian-bagian teknis dari industri anime. Sudah khas bagi Wataru Watari untuk menonjolkan karakter-karakter non-mainstream seperti Oregairu yang berhasil dengan 8-man yang antisosial dan sinis. Sekarang beliau memakai Chitose yang overconfident dan nyebelin atau Kuzu-P yang senantiasa pengen ditonjok. At least sebagai main heroine, Chitose pelan-pelan berubah …meskipun masih nyebelin.
Props to Diomedia for the most expressive character after Sakura Chiyo
Sebenarnya masih banyak material bagus yang tidak ditampilkan di animenya. Saya tidak membaca light novel-nya tapi masih ada interview Chitose yang sangat kacau, interview Wataru Watari yang ditertawakan karena meminta kualitas animasi selevel Hibike Euphonium, hingga manga 4-komanya menampilkan sisi lain karakter-karakter ini yang kerap mengundang tawa.
Seperti Shibasaki Kazuha yang jatuh ke jurang gacha
Signum
Self depreciating at it’s finest
Di tengah rumor dimana dunia anime sudah mencapai akhirnya, atau quote Hayao Miyazaki “Anime is a mistake.” yang digunakan di mana-mana, saya rasa jarang ada anime yang mau menggamblangkan dunia mereka seperti 3 episode pertama Girlish Number. Tidak hanya “buka-bukaan” mengenai realita dunia mereka sendiri, but they’re self depreciating themselves at the same time. Namun saya cukup yakin penontonnya bisa menikmati anime yang penuh dengan lika-liku dunia anime ini.
Senioritas di dunia seiyuu, perubahan source material secara sepihak oleh pihak studio, stereotip penulis novel yang kimo, buang-buang budget untuk minum-minum, dan monetisasi seiyuu separah mungkin merupakan beberapa dari fakta yang diumbar anime ini. Walaupun memang, bisa saja hal ini tidak terjadi namun ini hanyalah realisasi fantasi para penonton anime saja.
Ini bukan Shirobako yang memperlihatkan kerja keras para pekerja dunia hiburan, bukan juga anime penuh moeblob yang jualan waifu doang. Lalu bagaimana sebuah anime yang merendahkan dirinya sendiri ini bisa hidup? Mungkin karena:
Chitose is a Godsend
Berbeda dari pendapat populer dua orang di atas, menurut saya Chitose adalah karakter yang berhasil membuat seri ini hidup. Dia seperti suara hati yang kerap mengutarakan isi pikiran saya setiap kali dia berinteraksi dengan orang lain. I loved how she’s being cynical almost the whole time on the first 3 episodes. Sure, mungkin dia memang terlihat annoying dan terkadang seperti seseorang yang belum kenal dengan realita, but that’s the point of her character.
Suka atau tidak, seri ini akan berputar di sekitar gadis koplak yang satu ini, dan dari reaksi yang sepertinya akan melampaui reaksi ngaco Freyja Wion, she’s definitely one of my favorite character. Setelah Gojou-kun yang terus-terusan mencoba untuk mencekoki Chitose dengan realita hidup. Tapi Chitose mungkin bukan karakter yang waifu-able karena gelar tersebut saya jatuhkan kepada Kazuha Shibasaki.
Kaptain
Girlish Number adalah worst-case scenario dari cerita Shirobako. Chitose dipilih berdasarkan tampangnya kedalam proyek dengan komite produksi yang hanya tertarik menjual idol-nya, sumber materi yang kualitasnya dibawah rata-rata, dan studio produksi yang tidak memiliki motivasi untuk mendukungnya.
Memang sejauh ini daftar karakternya dipenuhi orang brengsek, namun saya akan terus mengantisipasi saat seluruh proyek ini gagal total dan melihat reaksi yang sudah sepantasnya didapatkan para karakter tersebut. Atau bisa saja proyeknya sukses besar karena standar selera pasar anime ini sudah sangat rendah.
Saya sendiri melihat Chitose sebagai seseorang yang walaupun eksistensinya sangat menyebalkan, setiap tim kerja memerlukan orang yang walaupun tidak terlalu kompeten, bisa tetap rileks dan/atau tenang ditengah tekanan apapun untuk menetralisir tensi di lingkungan kerja. Selama orang semacam ini tidak sampai ada di posisi manajemen atas, seharusnya kedepannya tidak akan ada masalah.
Saya kagum dengan Wataru Watari, yang sebagai pengarang LN; nekat dengan berbagai opini pedasnya di cerita ini. Berbagai pendapatnya tentang keburukan dibalik produksi anime bisa saja mengakhiri karirnya di industri ini, namun opini semacam itu memang perlu dilayangkan untuk industri ini.
Bukan_Randy
Untuk saat ini saya masuk ke tim #belumsukachitose. Chitose memulai seri ini sebagai karakter yang arogan dan menyebalkan, dan saya tidak pernah menyukai karakter yang awalnya tampil brengsek dengan sedikit/tidak ada faktor likable-nya dan baru jadi baikan di tengah seri. Di satu sisi, biasanya karakter seperti ini saat sudah menjadi “bener”, hasilnya tidak memberikan payoff yang memuaskan karena karakternya seringkali hanya menjadi orang baik yang bland, dan juga karena di tiga episode pertama ini, hampir tidak ada karakter yang membuat saya berpikir “saya pingin nonton anime ini untuk liat si karakter x lagi!”. Keadaan diperparah dengan adanya si KuzuP yang juga lebih menyebalkan daripada Taro di Shirobako. Saya agak sulit menyukai karakter utama brengsek kalau ceritanya bukan full-blown comedy.
Untuk saat ini saya pribadi cukup menyukai Momoka sebagai seorang jaded veteran.
Setidaknya masih ada dua faktor yang cukup menarik/menghibur dari Chitose. Pertama adalah banyaknya reaction face/funny face yang terus ia buat. Kedua adalah di bagaimana seiyuu-nya, Sayaka Senbongi, harus memerankan seorang seiyuu yang jelek dan (seharusnya) perlahan-lahan menjadi semakin baik.
So yeah, karakter utamanya (dan beberapa karakter lain) brengsek, dan isinya nunjukkin bagian-bagian buruk dari industri anime. I’m sure there are part of you that are interested in that. I just hope this thing lighten up a bit in the future, because damn, tiap nonton saya ketawa pait terus… kebanyakan paitnya doang sih, ketawanya dikit.
The post [3 Eps Rules] Girlish Number appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.