“Fune wo Amu” adalah anime yang sebenarnya paling saya tunggu musim ini. Banyak alasan bagi saya untuk segera membidik anime ini sebagai bahan tontonan untuk musim gugur.
Pertama, anime ini masuk di jam tayang Noitamina milik Fuji TV dimana jam tayang ini menampilkan anime terbaik seperti Nodame Cantabille, Ping Pong, Kuchuu Buranko, Yojouhan Shinwa Taikei dan masih banyak lagi (meskipun tujuh anime terakhir yang masuk ke dalam jam tayang ini kurang memuaskan untuk saya). Kedua, anime ini diadaptasi dari novel beneran bukan light novel, novel Fune wo Amu dibuat oleh Shion Miura dan terbit dari tahun 2009 – 2011.
Ketiga, adaptasi film dari Fune wo Amu telah dirilis duluan pada tahun 2013 dan berhasil memenangkan penghargaan Japan Academy Awards ke-37 (setara dengan Oscar di Amerika Serikat) untuk kategori Film Terbaik. Keempat, karena saya sekarang mengambil studi Sastra Jepang (dan sekarang sedang bergelut dengan skripsi, doakan cepat lulus ya) jadinya Fune wo Amu terlihat menarik karena berhubungan dengan kamus dan kata. Keempat alasan inilah membuat saya menunggu Fune wo Amu apalagi bagi kamu yang mencintai drama perjuangan sebuah tim yang terlihat tidak dianggap sambil menikmati bumbu romance didalamnya.
Anime ini sendiri menceritakan tentang sebuah tim pembentuk kamus bernama Fune wo Amu atau The Great Passage. Seorang salesman untuk departemen Genbu Shobo bernama Mitsuya Majime ditarik oleh editor veteran bernama Kouhei Araki yang mencari pengganti untuk membuat kamus baru. Jalan yang ditempuh oleh tim ini tidaklah mudah karena tim pembuat kamus dikenal selalu menghabiskan banyak biaya untuk penelitian tetapi tidak menghasilkan untung yang besar apalagi dengan tekanan teknologi yang membuat minat orang terhadap buku fisik semakin menurun.
Mitsuya yang mempunyai keterampilan sosial yang sangat rendah dan terlihat awkward di beberapa hal bertemu dengan Masashi Nishioka yang mempunyai kelakuan 180 derajat oleh Mitsuya. Mitsuya dan Masashi bekerjasama untuk menyelamatkan divisi kamus dari penutupan oleh penerbit dan menciptakan sebuah kamus yang akan disukai oleh semua orang dan mempunyai relevansi yang bertahan lama.
Menjabarkan Bahwa Jepang Sangat Menghargai Sastra dan Makna Kata
Satu hal yang sangat saya suka di dalam serial ini adalah bagaimana serial ini menunjukkan bahwa masyarakat Jepang masih menghargai sastra dan menjadikan sastra sebagai salah satu bagian dari hidup mereka. Penjabaran makna dari nama episode dalam anime ini membuat cerita semakin relevan dan membuat saya penasaran untuk menonton episode berikutnya. Dan ya penggambaran sastra di sini sangat tepat, tidak seperti Bungou Stray Dogs yang terkesan hanya tempelan untuk membuat kesan keren.
Perjuangan Untuk Membuat Kamus Tidak Gampang
Fune wo Amu menggambarkan dengan tepat kalau pembuat kamus adalah orang yang paling berjasa dan paling kasihan di dunia sastra karena karya mereka bukanlah karya yang akan jadi best-seller tetapi tanpa ada jasa mereka mungkin kita tidak akan tahu bahwa ternyata “jibun” masuk ke dalam entri Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Fune wo Amu juga menggambarkan bahwa membuat kamus membutuhkan waktu lama dan bisa bertahun-tahun karena sifat bahasa itu selalu dinamis dan mengikuti jaman. Pergesaran jaman dapat mempengaruhi makna kata sehingga membuat kamus yang mempunyai tingkat relevansi yang panjang merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Banyak kata spesifik seperti kata dalam industri komputer, teknik, dan lain sebagainya harus dijabarkan dengan bahasa yang mudah dimengerti orang karena sejatinya membuat kata jauh lebih gampang daripada mendefinisikannya.
Pengembangan Karakter Mitsuya Yang Pelan Tapi Pasti
Selain pembuatan kamus yang menjadi tema utama, cerita juga berpusat kepada pengembangan karakter Mitsuya yang tadinya merasa hampa dan hanya bisa berenang di lautan kata kini terasa lebih hidup berkat mitra baru di departemen baru yang lebih terbuka dan kooperatif
Bumbu Romance Yang Alami dan Tidak Berlebihan
Ada seorang perempuan yang akan terus menghantui dan memecah pikiran Mitsuya. Hal ini membuat percikan romance sudah bisa dicium dari episode awal dan kadar romance disini tidak dibuat-buat dan alami. Seperti melihat seorang yang pemalu bertemu dengan wanita yang dicintainya pertama kali. Di sini kita juga bisa melihat bahwa Mitsuya seolah terganggu dengan memikirkan perempuan yang ia suka, seperti layaknya manusia biasa di kehidupan yang normal.
Unsur ‘bromance’ Yang (Mungkin) Menarik Kaum Hawa
Mungkin kadar bromance dalam anime ini tidak setinggi dan se-frontal Yuri on Ice. Tapi percayalah bahwa hubungan akrab antara Mitsuya dan Masashi dalam serial ini dapat menimbulkan fangirling bagi penonton kaum hawa karena keakraban dan saling membutuhkan satu sama lain dari dua karakter tersebut.
Mitsuya dan Masashi ibarat yin dan yang yang saling melengkapi satu sama lain. Mereka bekerjasama dan menutupi kekurangan satu sama lain demi mencapai satu tujuan besar dan impossible di atas kertas. Mitsuya yang pintar mengumpulkan data dan Masashi yang pintar bernegosiasi menjadikan proyek Fune wo Amu sesuatu yang spesial untuk mereka berdua dan mereka terlihat sebagai dynamic duo dalam serial ini.
Verdict: Tenggelam Dalam Lautan Kata/10
Apa yang membuat Fune wo Amu berbeda di anime musim ini adalah tema utama yang diangkat menjadi cerita. Serial ini mengambil perspektif tim pembuat kamus dan jika kalian berpikir membuat kamus dengan berbagai macam definisi kata itu mudah maka kalian akan berpikir ulang ketika menonton ini.
Seperti arti dari judul harafiahnya yaitu berlayar dengan kapal kamu akan diajak berlayar mengikuti petualangan Mitsuya dan Masashi dalam mengarungi derasnya kata baru yang terus berubah dari segi makna dan derasnya kehidupan dari pembuat kamus terutama Mitsuya yang menjadikan proyek pembuatan kamus ini sebagai proyek yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Sebuah tontonan yang tepat jika kamu ingin terlihat serius dalam menonton anime tanpa harus kehilangan hal-hal simpel dalam hidup. Karena seperti quote yang muncul dari dialog serial ini “menjadi pembuat kamus harus bisa merasakan hal-hal yang simpel dari kata tersebut dan mengutarakannya dalam bentuk kalimat”. This ship will bring you to the joy of making and define a words. So enjoy the sail.
Penulis juga punya blog yang membahas soal anime, musik dan pop culture secara umum bernama RE:PSYCHO. Kalian bisa mengunjungi blognya untuk mendapatkan review seperti diatas.
Kaptain
Tanpa disadari, saya memberi perhatian penuh pada episode tentang menyusun kamus, dan langsung kaget begitu lagu ending dilantunkan. Why is this so compelling?
Alasan pertamanya adalah sumber cerita Fune wo Amu berasal dari novel pemenang penghargaan. Alasan keduanya adalah seri ini dipenuhi karakter yang sangat likable. Alasan ketiga adalah berkat penyutradaraan yang efektif walaupun budget-nya terbatas. Alasan keempat adalah preferensi saya terhadap seri yang berfokus pada penciptaan sebuah hal.
Alasan kelima dan yang paling penting secara pribadi adalah berkat latar belakang saya sebagai editor dan translator yang tiap hari harus bergulat dengan bahasa dan konteks. Bahasa Jepang (dan sebagian besar bahasa ketimuran) banyak menaruh penekanan pada konteks. Sebuah anime yang berfokus pada pentingnya penggunaan dan pemahaman bahasa adalah sebuah seri yang baru saya sadari sangat saya inginkan.
Sayangnya anime ini cukup sulit untuk tenar, karena layanan streaming yang menjadi panutan umum pasar global tidak menyediakan akses untuk seri ini. Nampaknya Fune wo Amu harus berada di posisi “anime bagus yang sayangnya tidak ditonton” seperti Showa Genroku Rakugo Shinju pada awal tahun ini
Saya tidak memiliki blog, namun telah menulis beberapa artikel dan editorial yang kalian bisa lihat disini.
The post [3 Eps Rules] Fune wo Amu appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.