Sebuah iklan mengejutkan muncul di koran Jepang mengenai otaku dan peran besarnya dalam perekonomian Jepang. Dalam sebuah tweet yang dikemukakan oleh @atsu257v6 (tweet tersebut sudah dihapus), iklan koran tersebut menyinggung bahwa bila tidak ada otaku, maka perekonomian Jepang akan semakin terpuruk, benarkah?
“GAME, IDOL, ANIME. Jangan meremehkan otaku.
Kalau kami tidak ada, Jepang sekarang akan jauh lebih terpuruk.”
sumber: Yaraon!
Benarkah otaku berperan besar dalam menyelamatkan ekonomi Jepang? Mari kita berbicara sedikit mengenai hal tersebut.
Keadaan Ekonomi Jepang
Sebelum ada yang mulai memuja-muja bagaimana Jepang sebagai raksasa ekonomi ketiga di dunia memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan negara-negara lain, Jepang adalah negara dengan perbandingan hutang kepada Produk Domestik Bruto tertinggi di dunia. Perbandingan hutang kepada PDB menggambarkan kemampuan sebuah negara menjual barang dan jasa tanpa menambah hutang lebih jauh lagi.
Tentunya semakin rendah rasio hutang kepada PDB makin baik, namun berdasarkan data IMF, saat ini rasio hutang Jepang mencapai 245% dibandingkan PDB mereka. Sebagai perbandingan, Yunani yang baru saja menyatakan kebangkrutannya pada tengah tahun ini memiliki rasio hutang kepada PDB sebesar 170%. Rasio hutang terhadap PDB Indonesia? Cukup 26% saja.
Saat ini, hutang Jepang telah melampaui 1 Quadrilyun JPY (10,46 Trilyun USD) atau super banyak banget bila dirupiahkan. Jumlah tersebut hampir mencapai jumlah PDB Jepang dalam 2 tahun.
Memang, Jepang sudah menumpuk hutang sejak deflasi di pertengahan tahun 1990. Pada tahun 1997, Jepang juga melakukan kesalahan fatal dimana mereka menaikkan pajak konsumsi dari 3% menjadi 5%, berharap mereka dapat mengatasi krisis sejak deflasi, namun sayangnya hal tersebut malah memperkeruh keadaan ekonominya.
sumber: whatjapanthinks.com
Selain itu, ada juga masalah angka kelahiran Jepang yang menurun diikuti dengan angka kematian yang menurun juga. Seperti yang sudah kamu ketahui, Jepang memiliki banyak sekali manula, dan banyak dari uang Jepang mengalir kepada dana pensiun, dana medis, dan dana perawatan orang tua. Saat mereka pensiun, banyak dari orang-orang itu yang berhenti menyumbangkan dana ke dana pensiun, sedangkan pemerintah tetap harus membayar uang kepada mereka yang sudah pensiun.
Keadaan ini diperburuk dengan mindset orang tua Jepang yang tidak berani “menggebrak” kebiasaan lama dan mendoktrin anak-anak mudanya supaya selalu “ga enakan” kepada orang lain. Sehingga sedikit-sedikit harus minta maaf. Doktrin ini membuat banyak perusahaan tidak berani maju dari kebiasaan lama, seperti pemerintah Korea yang mendukung perkembangan K-Pop sehingga musik mereka (dan plastiknya) mendunia.
Jepang Belum Bangkrut?
Pertama-tama, perlu kamu ketahui bila rasio hutang terhadap PDB dari Jepang itu terlalu dibesar-besarkan. Jepang memiliki aset yang cukup besar juga jumlahnya, sekitar 65 Trilyun JPY (650 Milyar USD) terhitung pada bulan Maret 2013. Diperkirakan, jumlah sebenarnya hutang terhadap PDB Jepang itu sedikit lebih dekat ke 100 persen saja.
sumber: businessinsider
Simply put, they still owes a lot. Tapi mereka juga punya cukup banyak aset sehingga mereka dapat mempertahankan negara mereka. Beberapa aset tersebut mungkin susah dijual, namun situasi Jepang saat ini mungkin tidak seberat yang beberapa orang asumsikan.
Selain itu, ada satu faktor yang tetap memungkinkan Jepang untuk terus berhutang, karena kebanyakan hutang Jepang datang dari surat hutang domestik. Pemerintah Jepang menjual banyak hutang kepada penduduknya di dalam negeri sehingga mereka dapat mengontrol sebanyak apa mereka harus berhutang. Selain itu, pemerintah Jepang juga dapat mencetak uang semau mereka (their money, their rules) sehingga kalau rakyatnya meminta uangnya kembali, ya cetak saja seperlunya.
Sayangnya kebijakan tersebut juga pernah dilakukan oleh Presiden Soekarno untuk menutup defisit APBN dan berperang pada zamannya. Pencetakan uang yang berlebihan saat itu membuat Indonesia jatuh ke dalam keadaan hiperinflasi, keadaan dimana uang beredar terlalu banyak (buanget), sampai uang tersebut akhirnya kehilangan nilainya. Contoh nyata? Zimbabwe dan Dolarnya.
sumber: kompas
Tentu, Jepang tidak terjamin lolos dari ancaman hiperinflasi. IMF sudah memperingati Jepang untuk mengontrol hutang besarnya sejak bulan Juli 2015. Hal ini dijawab Jepang dengan kebijakan ekonomi Abenomics dari PM Shinzo Abe yang berusaha mengontrol GDP mereka dengan target GDP sebesar 600 Trilyun JPY.
Peran Otaku Dalam Perekonomian
Otaku tentunya memiliki peran dalam perkembangan ekonomi Jepang, baik otaku domestik maupun otaku mancanegara. Sebagai sebuah ilustrasi, saya mengambil perbandingan dari statistik penjualan barang-barang milik perusahaan mainan terkenal Bandai yang diterbitkan di situs resminya. Kamu bisa melihat laporan keuangannya secara lengkap dengan mengakses tautan ini.
Di halaman ke 70 laporan tersebut, terdapat perbandingan statistik yang cukup besar antara penjualan tahun 2014 dengan tahun 2015. Di dalam Jepang sendiri terdapat kenaikan penjualan hampir sebesar 40 Milyar JPY, 8 Milyar JPY di Amerika, 4 Milyar JPY di Eropa, dan 6 Milyar JPY di Asia. Total kenaikan angka penjualan mainan Bandai secara keseluruhan hampir mencapai 60 Milyar JPY di tahun ini.
Selain itu, untuk memberikan perbandingan kasar mengenai perkembangan dunia figure secara keseluruhan dan bukan dari Bandai saja, saya mencoba mencari data jumlah figure yang dirilis pada bulan ini dan perbandingannya di tahun 2014 lewat situs MyFigureCollection.net.
2014
2015
Dalam kedua gambar tersebut dapat dilihat adanya kenaikan yang cukup signifikan dalam sektor produksi merchandise yang ditujukan untuk otaku. Ada kenaikan 1,060 macam merchandise yang diproduksi tahun ini bagi para otaku. Kenaikan angka penjualan juga dapat dilihat dari tahun 2013 menuju tahun 2014, dimana angka kenaikan juga mencapai 1,000 merchandise lebih.
Pertumbuhan ini menunjukkan betapa sehatnya dunia produsen merchandise otaku sekaligus menggambarkan ledakan kelahiran para sultan di dunia kolektor beberapa tahun belakangan ini. Tentu, angka penjualan ini menyumbang dana yang cukup tinggi dalam perekonomian Jepang, apalagi mereka juga ikut mengimpor barang ke luar Jepang dan menyumbangkan devisa yang cukup tinggi juga.
Gairah ekonomi yang disebabkan oleh merchandise berbau anime dan manga ini memang cukup luar biasa. Mengingat pada tahun 2008, hanya ada 178 merchandise saja yang dirilis pada bulan Oktober 2015. Jepang dapat melipatgandakan angka tersebut sampai hampir sebesar 2500% (2498%) dalam jangka waktu di bawah 10 tahun.
Sure, menurut saya otaku dan pembeliannya yang terkadang melebihi nalar (speak for yourself bro) menyumbang banyak terhadap pertumbuhan ekonomi Jepang. Pertumbuhan dunia merchandise ditambah sultan, paman, baginda, UMW, dan immortals di sekitar kamu dapat menjadi saksi tak bergerak atas boomingnya budaya ini.
Otaku membantu ekonomi Jepang? Yes. Apakah bantuan mereka sebesar itu? Mungkin. Namun apakah perlu memberitahu dunia dengan menaruh iklan di koran? Yang ini sepertinya tidak perlu. Tapi dengan dia menyumbangkan uang yang cukup banyak dengan memasang iklan seperti itu di koran, dia juga sudah membantu pertumbuhan ekonomi sih. Kembali ke peraturan “Your money, Your rules” I guess.
The post Otaku Adalah Penyelamat Ekonomi Jepang Saat Ini, Benarkah? appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.