Quantcast
Channel: Jurnal Otaku Indonesia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 16409

Majalah Jepang Menganggap Gamer Profesional Kekanakan dan Tidak Berkualitas

$
0
0

Diakuinya organisasi e-Sport di Indonesia oleh Pemerintah sepertinya membuka jalan baru bagi para pemain game yang ingin go international. Hal tersebut terasa seperti hembusan angin segar bagi para gamer berpotensial untuk unjuk gigi dan mengharumkan nama bangsa dengan caranya sendiri. Terlebih, semakin banyak ajang gaming internasional yang bermunculan serta kompetisi yang dapat kamu ikuti dengan hadiah yang cukup tinggi.

Namun gamer profesional tidak hanya terbatas kepada game online saja, permainan kartu seperti Pokemon dan Yu-Gi-Oh! pun punya pemain profesionalnya tersendiri. Walaupun ibu mereka menganggap itu bukan pekerjaan. Tapi saya yakin, memiliki prestasi tingkat dunia di sesuatu yang kamu sukai akan terasa sangat memuaskan, syukur-syukur diajak bekerja dengan perusahaan pembuatnya.

Namun kali ini sebuah kritik dilayangkan oleh majalah BUBKA kepada para pemain kartu profesional, Magic: The Gathering. Kritik tersebut mengisi sebuah kolom dalam majalah tersebut dan membanding-bandingkannya dengan pemain shogi (catur Jepang) dari segi finansial.


https://twitter.com/mimi3310mtg/status/728575720134316032
  • Pemain Pro Magic: The Gathering

Gaji tahunan: 2 – 32 juta Yen (sekitar 220 juta – 3.2 milyar Rupiah)

Seorang pro yang mendapat uang dari bertarung dalam sebuah permainan kartu. Mereka tidak punya kualitas, kecuali menjadi pandai dalam bermain kartu. Sama seperti anak-anak yang bermain Pokemon dan Yu-Gi-Oh!.

“Ini populer di seluruh dunia? Cepat-cepat lulus dari SD sana!”

  • Pemain Shogi Profesional

Gaji tahunan: 10 – 99 juta Yen (Sekitar 1.2 – 12  milyar Rupiah)

Katanya lebih susah untuk menjadi pemain shogi profesional daripada tes masuk Universitas Tokyo. Kalau begitu caranya, bukankah mereka menghabiskan waktu mereka hanya untuk bermain game? Dengan teknologi AI yang semakin baik , apakah ada artinya untuk mereka (pemain shogi) untuk ada di dunia?

(Foto terpotong, jadi translasi ini mungkin tidak terlalu akurat)
“Membuang-buang otak yang mungkin bisa masuk ke Universitas Tokyo.”

Majalah BUBKA sepertinya tidak tahu kapan mereka harus menahan remnya, karena apa yang mereka jelaskan di atas sedikit kurang pantas. Tidak diketahui siapakah yang menulis kolom tersebut, apakah editorial mereka atau pendapat orang-orang yang kebetulan lewat, tapi jelas hal ini akan membakar amarah kelompok tertentu.

Angka-angka yang mereka dapatkan pun sedikit aneh, menurut sebuah artikel yang ditulis beberapa hari lalu, pemain MTG dapat menghasilkan 44.000 US Dolar per tahunnya atau setara dengan 500 juta Rupiah. Bagaimana mereka bisa mendapatkan angka penghasilan sampai 3,2 milyar per tahun di luar nalar saya. Bahkan 500 juta per tahun pun bukan angka yang buruk, it’s a good number actually.

JOI - gamer profesional dianggap tidak bernilai (1)

Opini majalah BUBKA tentu menarik perhatian para netizen, yang ternyata memiliki pendapat lain dibanding majalah tersebut.

  • Whoa, bahkan menghina pemain shogi. Aku tidak menyangka itu!”
  • Apa yang terjadi sih? Apakah penulisnya punya penyakit kalau dia tidak menghina seseorang maka dia akan mati?
  • Sepertinya mereka kebalik – kalau kamu bisa menghasilkan uang sebanyak itu sambil bermain kartu, itu bukan hal yang buruk, itu luar biasa!
  • Kalau kamu dapat menghasilkan uang, siapa yang peduli? Selama kerjamu tidak ilegal atau semacamnya.

Entah apakah penulis tersebut memang memiliki penyakit akan-mati-kalau-tidak-menghina-orang-lain, tapi saya punya teori sang penulis iri dengan kehidupan para pemain game profesional tersebut. Mungkin dia punya cita-cita tinggi sebagai pemain TCG, tapi dia tidak berhasil mencapainya. Saya juga tidak tahu standar gaji apakah yang digunakan oleh majalah BUBKA, but if it was me, I’ll take a job where I can play cards and travel around the world with 500 million Rupiahs annual salary any day, any time.

sumber: Rocketnews
gambar: Magic.Wizards, Rolling Stones

The post Majalah Jepang Menganggap Gamer Profesional Kekanakan dan Tidak Berkualitas appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 16409

Trending Articles