Melihat berbagai promonya saya sudah dapat firasat Koutetsujou no Kabaneri, atau dikenal juga sebagai Kabaneri of The Iron Fortress, akan sering dibandingkan dengan Shingeki no Kyojin, karena mayoritas staf produksi Wit Studio ini merupakan veteran seri tersebut.
Dengan penggabungan antara setting steampunk, periode Edo Jepang, dan zombie apocalypse, tampaknya anime ini sangat ingin menjadi big hit musim ini. Di dunia dimana stasiun kereta dirubah menjadi kota benteng yang secara rutin dihancurkan oleh zombie super bernama Kabane, seorang insinyur bernama Ikoma berusaha untuk mencari cara untuk melawan Kabane dengan lebih efektif dan seorang gadis misterius, Mumei; berencana untuk menemui sang Shogun untuk menyelesaikan misinya.
The whole thing is pretty damn metal. Kabaneri menunjukkan sebuah dunia yang mulai hancur oleh pertarungan yang tidak mungkin dimenangkan. Begitu juga dengan kondisi sosial-budayanya yang sangat fatalistik (sebagai contoh, peledak khusus untuk bunuh diri merupakan konsumsi umum di sini) dan itu semua disampaikan tanpa eksposisi panjang lebar. Kekhawatiran terbesar saya begitu melihat premisnya adalah penceritaan yang kelewat melodramatik dan memakan terlalu banyak waktu tayangnya. Untungnya kekhawatiran ini bisa diredam lewat 3 episode awalnya.
A production staff that will create either a memorable or messy show
Di satu sisi kita kedapatan Tetsurou Araki (Death Note, Shingeki no Kyojin) sutradara yang sangat berpengalaman dengan produksi anime mainstream. Walaupun saya sendiri masih kurang kagum dengan berbagai karyanya, sebagai sutradara, Araki sangat paham dengan materi yang dia kerjakan dan target pasar anime yang dia sutradarai. Dia dapat menyesuaikan direksi tiap seri yang dipegangnya untuk memuaskan pasar tersebut dengan visualisasi yang bombastis.
Di sisi lain Ichiro Okouchi (Valvrave, Guilty Crown) secara konsisten menghasilkan anime yang kelewat melodramatik dan kelewat absurd. Entah ini karena materi yang dia kerjakan seringkali banyak didikte oleh komite produksi atau dia memang tidak mampu menulis cerita yang koheren dan konsisten sejak Code Geass.
Kabaneri sendiri terbukti berhasil menghadirkan visualisasi dan aksi dengan impact yang kuat, momen melodramanya sendiri tergolong cepat untuk standar Okouichi (bahkan para karakter sendiri tampaknya sudah malas dengan tragedi yang ada). Beberapa momen yang terkesan lebay juga efektif di sini karena berbagai alasan yang akan saya jelaskan lebih lanjut di poin-poin selanjutnya.
Untuk aspek musik semoga saja kalian belum bosan dengan Sawano yang nampaknya sudah di-typecast untuk hanya membuat BGM semacam ini saja. Agak kaget juga Supercell & EGOIST bisa menghadirkan opening yang 80’an banget (di lagunya, sang penyanyi meneriakkan judul serinya).
The 80’s Hyperviolence is back
Berkat desain dari Haruhiko Mikimoto (Gunbuster, SDF Macross) dan metode shading-nya gaya OVA tahun 80’an terasa sangat kental di sini. Karena gaya dan atmosfir inilah saya jauh lebih mudah menolerir gaya penyutradaan Araki dan penceritaan Okouchi yang bisa dibilang kurang elegan (Contoh: pembunuhan ibu hamil di episode 3). Saya lebih mudah menerima hal semacam ini karena tingkat kekerasan dan kebrutalan seperti ini sudah menjadi hallmark anime era 80’an.
Apapun medianya saya selalu senang dengan pertarungan yang menggunakan kereta sebagai arenanya. Kombinasi antara gerbong kereta yang klaustrofobik dan kecepatan tinggi dari lokomotif besi Koutetsujou merupakan resep cemerlang untuk menghadirkan aksi yang menarik. Begitu juga dengan fakta bahwa mayoritas penghuni Koutetsujou saat ini adalah pengungsi yang mulai kehabisan suplai dan material untuk terus bergerak. Mereka juga harus menolerir kedua tokoh utama yang jujur saja sangat sulit dipercaya. Saya cukup optimis hal ini akan menghasilkan konflik yang menarik di ke depannya.
Untungnya setting ini juga jauh lebih mudah dicerna daripada karya Okouichi sebelumnya yang melibatkan anggota teroris yang mayoritas anggotanya remaja atau sekolah yang entah kenapa memiliki cukup aset untuk melawan negara dan memerdekakan diri.
Good cast build-up & introduction
Banyak yang membandingkan Ikoma dengan Eren karena keduanya adalah protagonis yang dimotivasi oleh amarah dan dendam, hanya saja Ikoma jauh lebih produktif dengan dendamnya karena dia secara proaktif mencari cara untuk melawan Kabane dengan lebih efektif; dia bahkan sudah menyiapkan alat untuk “mengoperasi” dirinya sendiri begitu dia mulai berubah menjadi Kabane (yang berujung pada scene favorit saya sejauh ini). Be proactive, itu kualitas yang paling saya harapkan untuk protagonis sebuah cerita dan Ikoma berhasil membuat saya cukup peduli untuk terus mengikuti perjalanannya. We need more of this kind of hot-bloodedness.
Karakter khas genre survival tersedia juga di sini, seperti Mumei sebagai veteran survivor yang empatinya mulai kering, Ayame sebagai sang inexperienced leader, Kurusu yang bertugas sebagai Enforcer yang sering memulai konflik dengan Ikoma/Mumei untuk menjaga keamanan, dan para teknisi junior Koutetsujou yang berusaha keras untuk membuat kereta berjalan.
Saya sangat menyukai interaksi para karakter sejauh ini, karena walaupun kebanyakan kepribadian dan motivasi mereka memang klise, setidaknya motivasi tersebut jelas, masuk akal, dan dapat tersampaikan dengan cepat.
Verdict: All Aboard the Zombiepiercer/10
The Popcorn Flick of The Season. Ini bukan sindiran karena sejauh ini Kabaneri adalah anime dengan kompetensi produksi terbaik untuk musim ini. Saya optimis walaupun ceritanya jadi berantakan ke depannya, Kabaneri tetap akan menjadi best mainstream show musim ini bila kualitas produksinya terjaga.
Entah apakah bungkus 80’an Kabaneri dapat terus menghadirkan aksi dan cerita khas era tersebut dan bisa menggunakan karakternya dengan baik, sehingga walaupun ada adegan yang kelewat lebay sekalipun saya akan tetap menikmatinya. Ada kemungkinan juga anime ini bernasib sama seperti beberapa seri pegangan Okouchi sebelumnya, yang selalu saja plot-nya kelewat amburadul sejalan dengan masa tayangnya. Hanya saja sekarang, khusus untuk Kabaneri, I’m absolutely fine if it results in a trainwreck. It begs for it with the train and all.
ricoricorii: Mumei Best Girl/10
masih perlu ditanya lagi kenapa?
Sejauh ini Kabaneri merupakan kandidat AoTS buat saya. Awalnya saya sendiri tidak ada ekspetasi apa-apa hingga saya menonton episode 1-nya dan merasakan aura yang sama dengan Shingeki no Kyojin. Musuh yang dihadapi pun memang berbeda tetapi secara keseluruhan konsep yang dihadirkan sama. Karakternya pun likeable terutama protagonisnya yang menurut saya salah satu best protagonis di season ini. Alih-alih pasrah dengan keadaan, Ikoma terus berjuang untuk dapat memusnahkan Kabane dari dunianya meskipun mengorbankan tubuhnya.
Selain itu karakter terbaik di seri ini jatuh kepada Mumei, seorang Kabaneri sama seperti Ikoma tetapi memiliki jam bertarung yang jauh lebih banyak. Adegan terbaiknya menurut saya saat Mumei bertarung melawan Kabane untuk membuka jalan di episode 2, di mana adegan itu sangat indah untuk dilihat, didukung juga dengan musik yang catchy menambah pesona battle tersebut.
Overall, Koutetsujou no Kabaneri sangat layak ditonton. Just sit back and enjoy it, you don’t have to think of anything. Semoga anime ini bisa membawa kualitas yang konsisten di tiap episode dan memberikan perkembangan cerita yang menarik.
M: Mumei waifu kita semua/10
Saya sudah tidak menonton anime dalam beberapa tahun terakhir ini. Ketertarikan saya ke medium yang satu ini sudah semakin berkurang seiring bertambahnya waktu dan usia . Maka dari itu saya menulis ini dengan menggunakan perspektif dari orang yang menonton anime secara kasual.
Kabaneri merupakan seri yang mampu membuat saya merinding di saat saya mencoba untuk menontonnya. Plot dan konsep dasar dari anime ini mungkin sedikit cheesy namun sangat menghibur. Art style khas 80-an yang di desain oleh Haruhiko Mikimoto adalah sesuatu yang sudah sangat jarang kita lihat, apalagi dengan semakin banyaknya anime moe harem akhir-akhir ini.
Ikoma adalah karakter utama yang likeable dan terlihat seperti laki-laki alpha sejati, sesuatu yang sudah sangat jarang saya lihat dari sebuah anime. Dia menolak untuk menyerah dan selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah yang ada. To put it simply, he gets things done.
Mumei juga merupakan karakter yang unik. Sifatnya yang sedikit kekanak-kanakan namun mematikan dalam bertarung merupakan kombinasi yang cukup menarik untuk main heroine. Mumei berhasil membuat hampir semua adegan yang menampilkannya menjadi entertaining dan memorable.
Menurut saya, penonton kasual akan sangat menikmati Kabaneri. Kualitas animasi yang bagus dengan plot yang mudah untuk dicerna adalah kombinasi yang tepat agar kamu dapat duduk dengan tenang, ngemil, dan menonton anime ini.
bukan_randy: Artstyle of the Season/10
Oh hey, Japanese Steampunk Zombie Survival. That’s new, I guess. Artstyle Haruhiko Mikimoto berhasil dibawakan oleh WIT Studio dengan kualitas layaknya sebuah OVA. Saya beberapa kali terkagum-kagum dengan gambar close-up karakter yang tampak lebih seperti ilustrasi kelas tinggi yang bergerak. Action-nya dibawakan dengan luwes dan memuaskan, meski sayangnya musik yang Sawano bawakan kali ini jatuhnya ke kategori “itu-itu lagi” ketimbang style unik yang berhasil ia bawakan di Xenoblade Chronicle X (bukan berarti musik di Kabaneri itu jelek).
Ikoma di luar dugaan bisa menjadi karakter yang cukup saya kagumi. Tidak hanya hot-blooded, he actually gets things done. Gegabah dan agak bodoh, but he get things done. Hal-hal yang ia capai ia lakukan tanpa harus menunggu bantuan dari karakter lain (ia masih dibantu oleh Mumei, tapi bantuannya tidak sampai seperti di mana Ikoma tidak akan memiliki karakter/peran apa-apa jika tidak pernah bertemu Mumei. Ikoma tetap adalah hot-blooded inventor warrior sekalipun ia tidak pernah bertemu Mumei). Sayangnya karakternya masih ditekan dengan konflik trust issues yang sejujurnya saya kurang suka. Moga-moga masalah trust issues ini bisa cepat beres.
Dan Mumei memiliki desain campuran begitu banyak fetish fuel, tapi masih bisa tampil menarik, cantik, dan keren. Props for that.
Kabaneri rasanya bisa menarik banyak perhatian dari production quality-nya saja. Moga-moga ceritanya ke belakang tidak jadi berantakan saja seperti yg dikhawatirkan Kaptain.
The post [3 Eps Rule] Koutetsujou no Kabaneri appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.