Kalau kesabaran ada batasnya, Hundred adalah anime yang paling tepat untuk mengetes apakah kesabaran dan toleransimu masih cukup besar. Saya rasa toleransi saya merupakan salah satu yang paling besar di JOI, karena saya menonton banyak anime yang bahkan kolega saya tidak berani sentuh. Mungkin bukan karena saya menyukai anime-anime gak jelas, tapi lebih karena beberapa artikel ke belakang menunjukkan kecenderungan maso.
Tidak jarang saya sukarela menjadi tumbal untuk menonton anime harem yang tidak ingin ditonton oleh para staf. Untungnya, season lalu anime haremnya Saijaku Muhai no Bahamut ternyata better than expected. Banget. Karena itu, saya rasa tidak ada salahnya untuk menonton satu lagi anime harem di season ini yang berjudul Hundred. I mean, what could possibly go wrong? Right?
It turns out I’m the one who’s wrong. Saya memang bukan pecinta anime harem, tapi kalau anime-nya bagus seperti Bahamut, saya pasti akan menontonnya. Karena setidaknya, Bahamut masih menyediakan cerita dan protagonis yang menarik untuk saya lihat dan wanita-wanita yang membawa diri masing-masing dengan baik. Kasarnya, nggak gampangan lah. Lalu apa saja yang saya sadari setelah menonton Hundred? Berikut adalah ulasannya.
Generic harem banget pake titik
There’s this seemingly perfect guy, cluelessly attend his new school whilst being praised as the best rookie and having his own fanclub waiting for him on the airport asking for signs yada yada yada … oh look a new girl. Ada banyak cara untuk memulai sebuah anime, dan inikah yang dipilih untuk membuka anime ini? Mungkin saya yang harusnya memaklumi kalau anime harem zaman sekarang memang sudah kehabisan bahan cerita.
It actually starts with the protagonist having a nightmare about his past, but what else is new?
Kemudian mereka berkumpul di aula untuk penerimaan murid baru dan harus mendengar pidato dari ketua OSIS yang (surprise surprise!!) adalah siswa terkuat di akademi tersebut. Karena satu hal dan yang lainnya, Hayato kemudian harus melindungi beberapa murid (termasuk waifu reverse trapnya, Emilia) supaya tidak dikeluarkan dari sekolah. How chivalrous of you, Hayato-kun.
Biasanya, seburuk apapun anime harem tidak akan sampai membuat saya sekesal ini. Dalam season ini juga saya mengikuti Gakusen Toshi Asterisk, anime harem lain yang dibuat oleh studio A1 Pictures, dan walaupun genrenya sama, they’re clearly not annoying.
Unbearable characters
Karakter di Hundred itu bermacam-macam, kepribadiannya pun bermacam-macam dijejalkan ke dalam setiap karakternya sampai membuat saya bingung mereka ini maunya apa. Kecuali protagonis kita yang sempurnanya ngujubileh, jago bertarung, ganteng, punya fans club sendiri, tangannya kalau kepleset suka megang yang nggak-nggak, dan dimaafkan oleh semua heroine. Bad character design, I guess.
Pertama-tama kita punya waifu reverse trap, Emilia (please jangan bilang saya nge-spoiler. Kalau kamu tidak tahu Emilia adalah wanita dari pertama kali kemunculannya, pasti kamu protagonis beta anime harem) yang tidak bisa berhenti loncat ke Hayato. Selain reverse trap, dia juga clingy dan tidak bisa menahan hasratnya untuk pegang-pegang Hayato. Hayato-nya juga nggak protes dipegang-pegang sama orang yg dia kira cowok, jadi saya menyimpulkan ada kemungkinan besar kalau Hayato itu homo.
Lalu, ada lagi Claire Harvey, sang ketua OSIS murid terkuat super strict yang menjunjung tinggi noblesse oblige dan ojou-sama type. Claire juga super tsundere, obviously, dan memiliki perasaan mendalam terhadap Hayato. Hayato juga punya adik perempuan yang bernama Kisaragi Karen yang sakit-sakitan dan suka dengan idol. Tentunya, dia pun punya perasaan mendalam terhadap Hayato. Ada lagi dokter moe loli imut yang bernama Charlotte Dimandius, tipikal loli acuh tak acuh yang tahu apa saja tapi fisiknya nggak sesuai umur cuma biar bisa dibuat doujin-nya.
Let’s talk about character development then. Eh? Nggak ada perkembangan karakternya sama sekali? How about the other male characters? Hah? Mereka gak penting? Terus itu lusinan karakter batangan di episode pertama cuma buat hiasan doang?
Pretentious story that won’t tell itself
Jadi premis Hundred ini simpel, you’ve seen it probably hundred of times, teehee. Manusia diserang alien, alien hanya bisa dilawan dengan Hundred, our protagonists are special beings. Udah, gitu doang. Mereka bahkan tidak menjelaskan apa itu Hundred, darimana asalnya, dibuat dengan apa atau siapakah yang menemukannya. Mereka hanya menjelaskan Hundred itu batu misterius yang hanya bereaksi terhadap orang-orang terpilih dan berubah menjadi senjata sesuai dengan imajinasi masing-masing.
Saya masih memberikan ruang toleransi untuk Bahamut karena mereka adalah seri fantasi, tapi untuk seri yang sedikit realis seperti Hundred, apakah tidak sebaiknya ada penjelasan ilmiah?
Lalu cerita yang berkembang layaknya naskah yang diambil dari Google dan ditulis ulang dengan tambahan karakter-karakter baru. Nyaris semuanya dapat ditebak, dan semua juga bisa diambil dari Google menurut para penulis naskahnya. Karakter bisa muncul tiba-tiba, cerita bisa berubah tiba-tiba, siapa elo bisa tiba-tiba muncul? Lah, itu kenapa ada monster? Loh, kok kalian bisa ada di sini? Loh, Hayato tiba-tiba dipilih untuk menyelamatkan dunia?
I’m really having a hard time not to smash my own keyboard right about now.
Verdict: Don’t waste your time/Go watch something else
Cukup saya saja yang membuang waktu menonton anime ini, sampai akhirnya rubrik Dropped untuk anime ini saya tulis. Saya rasa, rubrik 3 Eps Rule kali ini juga cocok untuk rubrik Dropped karena saya sendiri memikirkan baik kesehatan jiwa saya dan betapa berharganya waktu saya dibuang oleh anime ini. Kalau kamu ada yang suka dengan anime ini, good for you. Pendapat saya adalah pendapat saya sendiri dan kamu boleh setuju atau tidak, bahkan kalau bisa tolong bantu jelaskan di manakah sisi baik dari anime ini selain sisi bokep-nya.
Kloning Infinite Stratos? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Bagi saya, Infinite Stratos adalah sebuah anime pelopor menjamurnya genre action harem. Mereka memberikan sebuah standar bagaimana sebuah anime harem harusnya dibuat dan bagaimana supaya mereka bisa dikembangkan supaya karakternya nggak kayak sayur. Then there’s Hundred.
Ya, gambarnya bagus, animasinya cukup niat, dan musiknya juga lumayan, tapi saya rasa hal-hal tersebut tidak sepadan dengan ceritanya yang bikin capek hati. Saya juga tidak membahas bagian ecchi-nya. Kenapa? Karena tanpa itu pun anime ini sudah cukup shitty.
The post [3 Eps Rule] Hundred appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.