Anime yang satu ini mungkin akan menekan banyak tombol yang salah bagi para pembaca manga-nya. Karena studio yang mengadaptasinya terkenal dengan reputasi senang memotong jalan cerita atau mengubah alurnya sesuai dengan keinginan mereka. They did do just that with this anime too. Studio tersebut kita kenal dengan nama A1 Pictures. It’s not like they’re doing it badly, it’s more like they mishandled it, on the end.
Memang, Kei Sanbe sendiri sudah mengatakan kalau baik adaptasi anime maupun live-action-nya boleh menulis adaptasi Boku Dake ga Inai Machi sesuai keinginan mereka sendiri. Which probably makes me a bit disappointed with their version of it.
BokuMachi adalah sebuah manga drama misteri thriller buatan Kei Sanbe yang dibuat pada tahun 2012 lalu, manga tersebut mendapatkan banyak nominasi penghargaan manga terbaik termasuk Manga Taishou dan Kono Manga ga Sugoi!. Tidak heran bila manga ini kemudian mendapatkan sebuah adaptasi anime dan ditayangkan pada musim dingin tahun 2016. Melihat aspek animasi, cerita, dan thrill saat menontonnya, saya tidak heran bila anime ini bisa menjadi salah satu kandidat untuk Anime of The Year.
It actually isn’t that bad
It’s good, actually. Bahkan bila kamu sudah membaca manga-nya maka anime ini tetap akan terasa cukup baik. But it’s not good enough. Walaupun mereka banyak memotong ceritanya, tapi saya mengerti kalau memampatkan 40+ chapter panjang ke dalam 12 episode itu bukanlah hal yang mudah. Kebanyakan dari ‘penyesalan’ kamu kepada A1 Pictures hanya akan terasa di akhir-akhir adaptasi ini.
Saya cukup bahagia saat menonton episode pertamanya BokuMachi. Saya cukup yakin mereka membuat anime ini dengan mindset “anime ini adalah sebuah proyek besar bagi A1 Pictures,” dan digarap dengan kualitas yang sama seperti SAO; They actually shared the same director. Baik detil-detil CG, atmosphere, dan detil-detil kecil dibuat dengan baik dan kualitas tersebut konsisten sampai ke episode akhir. Bila kita berbicara mengenai kualitas gambar, saya mungkin memilih hasil A1 Pictures bila dibandingkan manga-nya.
Penggunaan warna yang sedikit gelap dengan kontras yang kencang juga menjadi salah satu ciri khas dari anime ini. Kontras yang kuat menebalkan warna-warna sehingga anime ini terasa colorful, namun pada saat yang sama juga membuat anime ini terasa sedikit gelap karena detil yang menebal. Untunglah, saya tidak bisa membayangkan apabila A1 menggunakan pewarnaan pastel yang mereka gunakan untuk Gakusen Toshi Asterisk pada anime ini, pasti saya bakal marah-marah.
Ceritanya dirangkai dengan cukup baik, pace cerita yang disuguhkan pun terasa tidak terburu-buru dan masih dapat diikuti dengan baik. Dengan catatan tidak kamu bandingkan dengan detil cerita di manga. Topik yang diangkat oleh BokuMachi memang agak berat, penonton yang masih muda mungkin akan kesulitan mengikuti apa yang sedang terjadi, namun saya cukup yakin mereka bisa menikmatinya.
A1 Pictures juga menggunakan garis hitam saat Satoru kembali ke masa lalu, memberikan perasaan widescreen dan rasa teatrikal yang cocok bagi sebuah seri drama misteri. Dalam hal ini, saya angkat topi bagi para staf di studio tersebut.
Great voice acting
Seperti yang saya utarakan dalam artikel sebelumnya, monolog-monolog Satoru dalam anime ini sangat enjoyable untuk diikuti. Awalnya memang saya sedikit ragu apakah anime ini bisa membuat monolognya seepik dalam depiksi manga-nya, tapi ternyata kekhawatiran tersebut buyar saat menontonnya.
Shinnosuke Mitsushima mungkin adalah nama yang cukup asing bagi para penggemar anime, given, dia bukanlah seiyuu, staf, atau orang yang bekerja di dunia anime sampai BokuMachi diputar. Kamu mungkin lebih sering melihat dia di berbagai macam drama Jepang atau di film layar lebar sebelum ini. Dia juga sempat mendapatkan penghargaan Artis Baru Terbaik dari Hochi Film Awards tahun 2012.
Shinnosuke adalah suara dari Satoru tua, dia jugalah yang menarasikan setengah dari film ini, bersama dengan Tao Tsuchiya yang menyuarakan Satoru muda. Baik intonasi, ekspresi, volume suara, dan dialek yang digunakan oleh keduanya patut diacungi jempol. Narasi mereka menghidupkan suasana anime ini,
Tapi itu bukan artinya seiyuu lain tidak mengisi suaranya dengan baik, mereka juga menjalankan pekerjaannya dengan sangat baik, namun monolog dari kedua orang tersebut memang lebih sering merebut spotlight.
But there’s these flaws…
Bila saya pikir-pikir, rasanya tidak mungkin saya membahas anime ini tanpa membandingkannya dengan source material-nya. Tentu, pernyataan Kei Sanbe mengenai para studio, baik live-action maupun anime untuk membuat adaptasi BokuMachi sesuai hati mereka membuat saya tidak bisa protes banyak mengenai ending dari adaptasi anime ini, tapi saya tetap ingin mengulasnya dan beberapa hal lain.
A1 gives out too much hints
Untuk menghemat waktu dan membuat para penonton yang lebih muda tidak puyeng menonton anime ini, mereka membuat detil-detil kecil mudah ditangkap atau dibandingkan. Saya yang saat pertama menonton belum sempat membaca manga, saya langsung yakin dia adalah penjahatnya saat pelakunya muncul. It does gave us a little bit of hint to play a guessing game later on, but the manga has done a stellar job on that.
Belum lagi opening yang penuh dengan spoiler, untungnya kalau kamu tidak baca manga maka opening ini tidak akan berarti apa-apa bila kamu tidak memikirkannya. Namun bila kamu iseng-iseng menganalisa opening anime ini, kamu bisa menebak-nebak siapa dan apa yang akan terjadi di dalam film ini. In that sense, opening Bokumachi itu bagusnya luar biasa.
Story shortening
Beberapa pemotongan cerita dalam anime ini memberikan beberapa detil-detil yang hilang sehingga mungkin penonton tidak bisa menikmati anime ini sepenuhnya. Etherlite bilang sih masih enjoyable, jadi saya rasa kamu hanya akan merasakan efek ini bila sudah selesai membaca manga-nya. Ya nyaris semua adaptasi anime pasti mengalami hal ini sih.
Everything after episode 11
Pertama kali saya mendengar mengenai episode 11 yang diubah dan membuat banyak warga Jepang kecewa, saya langsung menontonnya. Benar saja, banyak sekali yang diubah dari anime ini, hampir semua cerita di 2 arc terakhir diubah demi kejar tayang-nya A1 Pictures. Saya sudah biasa melihat anime dipangkas, tapi yang ini dipangkasnya cukup keterlaluan juga sih.
Kemudian ada juga klimaks, klimaks yang agak gak jelas dan mungkin simbolis. Tapi kenapa jadi berasa homo you can’t live without me gitu sih di akhir-akhirnya. Ya, dalam manga-nya juga keduanya juga berdialog panjang dan hebat di chapter klimaks sih, tapi nggak bikin garuk-garuk kepala juga. Saya hampir tidak bisa memaafkan A1 Pictures kali ini, untunglah mereka tetap menampilkan Airi di akhir film, karena kalau tidak mungkin review ini akan jadi jauh lebih emosional.
They didn’t do Sachiko’s love any justice
Mungkin para penonton anime-only tidak akan menyadari betapa besar cinta yang dicurahkan oleh Sachiko kepada Satoru; bagaimana dia bekerja dan memperhatikan anak semata wayangnya tersebut. Bagaimana dia mencoba untuk membuat Satoru tetap hidup dan dedikasinya selama belasan tahun, hal itu tidak diperlihatkan dengan baik dalam anime-nya. Efek pemotongan cerita sih, tapi hal ini sangat disayangkan.
Verdict: A1 Pictures Quality/A1 Pictures Style
Diadaptasi oleh A1 Pictures mungkin bisa dianggap sebuah kemujuran, tapi bisa juga dianggap sebuah kesialan. Diusung oleh studio kenamaan ini, saya yakin banyak orang yang ingin menonton karena kualitas mereka yang sudah teruji bagus. A1 Pictures mengeksekusi anime ini dengan cukup baik, masih mungkin bagi anime ini untuk mendapatkan gelar Anime of The Year, dan saya tidak meragukan mereka kalau memenangkannya.
Tapi bila ada batu sandungan di antara BokuMachi dan gelar Anime of The Year-nya, saya rasa batu itu adalah ending orisinalnya. Ya, orisinal. Ending yang sepertinya dipaksakan dan dipercepat banget itu tidak bisa menyamai seluruh build up dan suspense yang diperlihatkan anime ini di episode-episode sebelumnya. Mungkin ini juga efek samping membaca ending manga-nya. Yes, I am glad Satoru and Airi ship sails in the end, but what about the process?
Sebelum ini kami membicarakan mengenai adaptasi BokuMachi ini dan kami setuju kalau ending anime ini dibuat dengan terlalu cepat. Seharusnya mereka bisa menggantungkan ending-nya dan memisahkan ending aslinya di sebuah OVA or even better, film layar lebar. Saya percaya, bila BokuMachi ditayangkan di bioskop -dengan ending yang baik-, pasti bakal laku.
Ini dilema, menulis review kali ini adalah sebuah dilema yang besar bagi saya. Dalam hati saya tahu kalau anime ini sebenarnya bagus dan enak untuk ditonton. Namun di sisi lain saya juga tidak bisa memaafkan bahwa anime ini sangat kurang dalam segi cerita, karena anime ini benar-benar memiliki potensi untuk menjadi sebuah anime yang flawless. Sayang eksekusi akhirnya kurang berkenan di hati saya.
Lastly, nggak, it’s not NTR guys, Satoru kembali ke masa lalu dengan tujuan menyelamatkan hidup ibunya, dan dia menangis untuk kebahagiaan Kayo yang berhasil dia selamatkan.
Etherlite: Buat yang belum baca manganya oke kok
Dari sudut pandang penonton yang belum membaca karya aslinya, menurut saya anime BokuMachi cukup baik. Pemotongan beberapa detail dari manga memang tidak bisa dihindari karena keterbatasan waktu, tapi menurut saya masih dalam batas yang tidak menimbulkan kejanggalan. Arc terakhir yang original juga masih bisa saya nikmati, meskipun saya masih belum sempat membaca karya originalnya jadi saya tidak bisa bandingkan langsung.
Memang setelah beberapa episode, kita bisa lebih mudah menebak siapa tokoh antagonisnya daripada Detektif Conan, tapi menurut saya eksekusinya masih baik. Kalau soal Satoru x Airi atau NTR sih saya tidak terlalu mempermasalahkan, mungkin A-1 ingin menunjukkan meskipun sudah dirubah sedemikian rupa, jodohmu tidak akan berubah.
Kaptain: Enough isn’t enough.
Disclaimer: Saya sudah baca manga-nya. Asumsikan semua pertanyaan dibawah dimotivasi oleh RAGE bila penilaian saya dinilai tidak adil.
“Beneran anime ini cuma dapet 12 Episode?” Itu pertanyaan saya saat melihat deskripsi anime ini. Perlu mukzizat untuk menampung semua build-up dan resolusi cerita, setidaknya sampai ke titik yang memuaskan. Saya sendiri melihat simbolisme dan pemberian petunjuknya kelewat “in your face,” Ya A1, Merah itu artinya kekerasan, ada lagi petunjuk yang mau digampar ke muka saya?
Saya berharap melihat berbagai momen seperti usaha keras Satoru untuk mengembalikan ingatannya dan kerjasama para teman Satoru untuk menggagalkan pembunuhan terakhir di perkemahan dianimasikan namun harapan itu sirna sekarang. Beberapa mungkin merasa adaptasi ini sudah mencukupi, namun source material dengan kualitas setinggi ini hanya mendapat nilai “cukup” itu sangat mubazir.
ricoricorii: Seriously A1?
Saya sendiri sudah pernah membaca manga-nya yang menurut saya mempunyai ending yang memuaskan. Begitu mengetahui bahwa klimaks-nya berada di episode 10 saya mulai ragu dengan eksekusi arc terakhir oleh A1 karena di manga-nya sendiri arc terakhirnya cukup panjang. Benar saja, A1 membuat ending yang berbeda yang sangat anti klimaks dan terburu-buru. Seharusnya arc terakhir bisa lebih dramatis tapi menurut saya A1 cukup mengacaukan hal ini.
Selain itu masalah yang sudah disebutkan oleh rekan saya seperti petunjuk yang sangat obvious menurut saya sudah cukup membuat beberapa orang menjadi rage dengan A1. Masih ada detail-detail lain yang kurang dari A1 yang seharusnya bisa membuat seri ini lebih dramatis dan membuat penonton merasa tegang dan penasaran saat menontonnya.
The post [Review] Boku Dake ga Inai Machi appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.