Film Live-Action Ghost in the Shell yang dibuat oleh Paramount Pictures dan Dreamworks Pictures terus menuai kritikan sejak produksi film tersebut dimulai, dengan sang pemeran utama Scarlett Johansson, yang memerankan tokoh Mayor Motoko Kusanagi. Banyak yang berpendapat bahwa keputusan tersebut merupakan proses whitewashing Hollywood, dimana sebuah karakter non-kulit putih diperankan kembali dengan aktor atau aktris berkulit putih.
Terkait dengan topik tersebut, mengutip baik Ghost in the Shell dan peran Tilda Swinton sebagai The Ancient One di film Marvel Dr. Strange. Karenanya banyak dilakukan diskusi tentang keadaan para aktor-aktor Asia di dunia pertunjukan pada saat ini.
Anime News Network mengadakan survei pembacanya yang menunjukkan bahwa hampir separuh dari responden (52.0%) berpendapat bahwa sebuah film harus berdasarkan alur cerita aslinya agar dapat dipandang sebagai film pilihan, sementara 18.9% berpendapat tidak melihat sebuah film dari para pemainnya, dan 18.8% berpendapat bahwa mereka ingin melihat film tersebut untuk mendukung lebih banyak adaptasi Hollywood terhadap anime dan manga.
Sebuah artikel yang dibuat oleh ScreenCrush mengutip dari sumber anonim sehubungan dengan produksi film yang akan selesai bahwa CGI ditugaskan untuk mengubah Johansson pada paska-produksi untuk ‘mengeser etnisitasnya’ dan akan tampil lebih seperti orang Asia. Paramount Pictures membantah pernyataan tersebut dan mengatakan bahwa tes tersebut hanya dilakukan untuk latar belakang karakter dan pada akhirnya tidak digunakan.
Reaksi yang berbeda-beda tersebut tampaknya telah diketahui oleh para mitra kerja Jepang untuk film tersebut dan para netizen di Jepang. Sam Yoshiba, Direktur dari Divisi International Business di Kantor Pusat Kodansha di Tokyo, berpendapat dengan menjawab kontroversi dan memberikan dukungan untuk Johansson.
“Melihat perjalanan karirnya selama ini, saya pikir Scarlett Johansson adalah pemeran yang cocok. Dia cocok dengan setting cyberpunk. Dan kita tidak akan pernah membayangkan aktris Jepang yang bisa memerankan peran tersebut.”
Dia kemudian menambahkan bahwa adaptasi tersebut merupakan kesempatan bagi karya Jepang untuk dapat dilihat oleh masyarakat di seluruh dunia. Yoshiba baru saja kembali dari lokasi film yang berada di New Zealand dan mengatakan bahwa ia terkesan dengan proses produksi yang tetap mempertahankan materi aslinya.
Para pengemar manga Jepang berkomentar bahwa jika ada para penonton yang ingin film tersebut diperankan oleh orang Jepang, maka film tersebut harus dibuat di Jepang. Salah satu penggemar dari Jepang lainnya berkata bahwa jika film tersebut diperankan oleh aktris Asia yang bukan Jepang, maka akan menyinggung perasaan para penonton di Jepang tetapi mungkin masih bisa diterima oleh para penonton di Amerika.
Pengguna Twitter juga menunjukkan saat yang sebaliknya terjadi pada adaptasi karya Hajime Isayama untuk Attack on Titan, mereka juga mengatakan tema dan filosofi dari Ghost in the Shell lebih penting dari aktris yang memerankan film tersebut. Bagaimana dengan kalian? Kalian setuju atau tidak?
Sumber: ANN
The post Sam Yashiba Mendukung Scarlett Johansson Untuk Casting Film Live-Action Ghost In The Shell appeared first on Jurnal Otaku Indonesia.